Bayangan yang Menyanyikan Lagu Kematian
Hujan kota malam itu jatuh seperti air mata. Di balik jendela apartemen kecilku, cahaya neon memantul di layar ponsel. Notifikasi. Satu lagi. Bukan darinya.
Sudah tiga bulan. Tiga bulan sejak suara ANGEL menghilang dari kehidupanku, menyisakan KENANGAN yang berputar-putar seperti kaset rusak. Kami bertemu di dunia maya, di antara jutaan emoji dan GIF, di sebuah forum penggemar lagu indie. Angel, dengan selera musiknya yang unik dan senyum virtual yang selalu berhasil membuatku tersenyum.
Aroma kopi memenuhi ruangan. Kopinya, mungkin. Aku masih menyimpan bubuk kopi yang terakhir kali dia bawa, aroma pahit dan manis yang kini terasa seperti penghianatan.
Chat kami penuh dengan janji yang belum terpenuhi. Konser band favorit di akhir pekan, perjalanan ke pantai saat matahari terbit, mimpi-mimpi konyol tentang membuka kedai kopi kecil bersama. Kini, semua itu hanya sisa chat yang tak terkirim, terjebak di antara enter dan delete.
Kehilangan itu samar. Tidak ada perpisahan resmi, tidak ada pertengkaran besar. Hanya sunyi. Sunyi yang menusuk lebih dalam dari kata-kata kasar. Seperti melodi yang terputus di tengah klimaks.
Misteri ini mencekikku. Siapa sebenarnya Angel? Mengapa dia menghilang? Aku mulai menggali. Melacak jejak digitalnya, membaca ulang setiap percakapan, menganalisis setiap like dan share.
Dan kemudian, aku menemukannya. Sebuah foto lama, terkubur di antara unggahan yang tak terhitung jumlahnya. Foto seorang gadis dengan senyum identik dengan senyum virtual Angel, berdiri di depan rumah sakit. Captionnya: "Menunggu fajar setelah malam panjang."
Kenyataan menghantamku seperti gelombang tsunami. Angel sakit. Sangat sakit. Dan dia menyembunyikannya dariku. Mungkin karena tidak ingin aku bersedih, mungkin karena alasan lain yang tidak akan pernah aku ketahui.
Rahasia itu akhirnya terungkap, tapi terlalu terlambat.
Malam itu, aku duduk di depan laptopku, jari-jariku gemetar di atas keyboard. Aku menulis pesan. Bukan pesan yang penuh amarah, bukan pesan yang menuntut penjelasan. Hanya ucapan terima kasih. Terima kasih untuk senyum, terima kasih untuk mimpi-mimpi, terima kasih untuk musik.
Aku mengirimkannya ke akun Angel yang sudah lama mati.
Kemudian, aku melakukan sesuatu yang mungkin akan mengejutkannya. Aku menghapus semua foto dan chat kami. Semua kenangan digital yang mengikatku padanya. Ini bukan tentang melupakannya, tapi tentang membebaskan diriku.
Balas dendam lembut.
Pesan terakhir.
Senyum terakhir. Aku membayangkan senyum Angel, tersenyum padaku dari kejauhan.
Keputusan yang menutup segalanya tanpa kata. Aku menutup laptop. Mematikan lampu.
Di balik jendela, hujan masih turun. Aku menatap langit kota yang gelap, merasakan kehampaan yang aneh.
Dan saat itulah, aku menyadari bahwa beberapa bayangan memang lebih baik dibiarkan menyanyi lagu kematiannya sendiri…di dalam ingatan.
You Might Also Like: Distributor Kosmetik Fleksibel Kerja
0 Comments: