Sinyal Wi-Fi berkedip-kedip, seperti denyut nadi sekarat di kota yang kebanjiran neon. Di layar ponselku, pesan terakhirnya menggantung: "sedang mengetik…" selama TIGA HARI. Dunia terasa seperti aplikasi error, macet di loading screen tanpa akhir. Aku, Anya, hidup di masa depan yang retak, di mana matahari terlalu malas untuk terbit sebelum jam makan siang.
Aku menemukannya di sebuah video usang, tersimpan di cloud berdebu. Arka. Seorang nelayan dengan mata sebiru laut yang hampir menelanku saat badai tahun 1945. Dalam video itu, dia tersenyum, mentari memantul di kulitnya yang legam. Dia menyelamatkanku. Atau begitulah narasi glitch yang kuterima.
Setiap malam, aku memutar video itu berulang-ulang. Suaranya, serak diterpa angin laut, bagai mantra kuno yang memanggil-manggil jiwaku. Aku mulai bermimpi tentang deburan ombak, tentang perahu kayu yang reyot, tentang aroma garam dan tembakau. Tentang dirinya.
Aku tahu, dia hidup di masa lalu. Jauh sebelum dunia digital menelan segalanya. Jauh sebelum cinta hanyalah serangkaian like dan unfollow. Tapi sesuatu dalam tatapannya, yang menembus layar ponselku, terasa begitu NYATA.
Aku mencoba berkomunikasi. Menulis surat tanpa alamat, mengunggah foto-foto absurd dengan harapan dia melihatnya di alam baka. Aku bahkan mencoba meretas sejarah, mencari celah di timeline untuk mengirim pesan. Semuanya nihil. Kecuali...
Suatu malam, saat badai petir mencambuk kota, sebuah pesan muncul di layar ponselku. Bukan dari Arka. Tapi dari nomor tak dikenal.
"Anya," bunyinya. "Laut tidak pernah lupa. Dan dia... mencari mu."
Lalu, video Arka mulai berputar sendiri. Kali ini, dia tidak tersenyum. Matanya dipenuhi kesedihan yang mendalam. Tiba-tiba, dia mengangkat tangannya, seolah ingin meraihku, melewati dimensi waktu. Sentuhannya dingin, menusuk jantungku.
"Aku... aku tidak bisa... meninggalkanmu sendirian di sini," bisiknya, suaranya bergetar. "Tapi... kau tidak tahu... siapa aku sebenarnya."
Layar video blank. Pesan terakhirnya menghilang. Aku terpaku, tercekik oleh kebenaran yang baru saja terungkap. Arka... bukan sekadar nelayan. Dia adalah ECHO, gema dari kehidupan masa lalu yang terus mencari penyelesaian. Dan aku... hanyalah resonansi dari cerita yang belum selesai. Kami terjebak dalam lingkaran waktu, ditakdirkan untuk saling menemukan, saling mencintai, dan saling kehilangan, selamanya.
Dan sekarang, aku mengerti. Cinta kami bukanlah tentang masa lalu atau masa depan. Tapi tentang KEABADIAN yang memudar.
Selamat tinggal, Anya... ingatlah... suara ombak.
You Might Also Like: Agen Skincare Fleksibel Kerja Dari
0 Comments: