Kau Mati di Sisiku, Tapi Rasanya Seperti Dilahirkan Kembali Embun pagi menggantung di kelopak peoni , sama persis dengan bulir air mata ya...

Bikin Penasaran: Kau Mati Di Sisiku, Tapi Rasanya Seperti Dilahirkan Kembali Bikin Penasaran: Kau Mati Di Sisiku, Tapi Rasanya Seperti Dilahirkan Kembali

Bikin Penasaran: Kau Mati Di Sisiku, Tapi Rasanya Seperti Dilahirkan Kembali

Bikin Penasaran: Kau Mati Di Sisiku, Tapi Rasanya Seperti Dilahirkan Kembali

Kau Mati di Sisiku, Tapi Rasanya Seperti Dilahirkan Kembali

Embun pagi menggantung di kelopak peoni, sama persis dengan bulir air mata yang menggenang di pelupuk mata Bai Lianhua. Ia memandang nisan dingin itu, batu pualam kelabu yang mengukir nama Zhang Wei. Cintanya.

"Wei, sudah tiga tahun," bisiknya, suaranya serak diterpa angin pegunungan. "Tiga tahun sejak malam itu. Malam ketika kau menyelamatkanku."

Bai Lianhua hidup dalam kebohongan. Kebohongan yang dia rajut sendiri, lapis demi lapis, untuk menutupi rasa sakit yang menganga. Ia, pewaris tunggal Keluarga Bai yang kaya raya, mengaku sebagai saksi mata kecelakaan yang merenggut nyawa Zhang Wei. Ia bahkan bersumpah di depan seluruh keluarga Zhang untuk menemukan pelaku tabrak lari yang pengecut itu.

Namun, di balik sumpah itu, tersembunyi kebenaran yang MENGERIKAN.

Zhang Wei tidak meninggal karena tabrak lari.

Ling Xiaoyu, detektif muda yang keras kepala, mencium kejanggalan dalam kasus ini. Ada yang tidak beres dengan alibi Bai Lianhua. Setiap senyum, setiap air mata yang ditumpahkan wanita itu terasa palsu di matanya. Xiaoyu bersumpah akan mengungkap kebenaran, meski kebenaran itu akan menghancurkan segalanya.

"Nona Bai, Anda yakin dengan kesaksian Anda?" tanya Xiaoyu suatu sore, di tengah kebun peoni milik keluarga Bai.

Lianhua tersenyum manis, sebuah senyum yang terasa bagai belati yang tersembunyi. "Detektif Ling, saya sudah menjawab pertanyaan ini ratusan kali. Saya melihat semuanya. Mobil itu datang dari arah sana, menabrak Wei, lalu kabur."

Tapi Xiaoyu tidak menyerah. Ia menggali lebih dalam, menyelami labirin kebohongan yang dibangun Lianhua. Ia menemukan saksi yang melihat mobil mewah dengan plat nomor yang sangat familiar meninggalkan lokasi kejadian. Mobil itu… milik Keluarga Bai.

Konflik mencapai puncaknya pada malam peringatan kematian Zhang Wei yang ketiga. Xiaoyu, dengan bukti yang tak terbantahkan, menghadapkan Lianhua di depan seluruh keluarga Zhang.

"Nona Bai, atau seharusnya aku memanggilmu pembunuh?"

Lianhua membeku. Seluruh dunia terasa berhenti berputar. Kebohongan yang ia jaga mati-matian selama ini akhirnya runtuh.

"Anda… Anda membunuh Zhang Wei," lanjut Xiaoyu, suaranya tajam bagai pecahan kaca. "Bukan karena kecelakaan. Tapi karena cinta yang ditolak."

Tangis pilu pecah di antara keluarga Zhang. Mereka menatap Lianhua dengan tatapan penuh kebencian dan penghinaan. Lianhua akhirnya mengaku. Ia menceritakan semuanya, dengan suara bergetar dan air mata yang membasahi pipi. Ia mencintai Zhang Wei, tapi cintanya bertepuk sebelah tangan. Dalam amarah dan keputusasaan, ia menabraknya.

"Aku… aku tidak sengaja!" isaknya. "Aku hanya ingin membuatnya sadar! Aku mencintainya!"

Balas dendam Xiaoyu tidak berteriak. Ia tidak memaki. Ia hanya tersenyum dingin, senyum yang menyimpan perpisahan abadi.

"Anda sudah menyerahkan diri Anda, Nona Bai. Tapi, ada satu hal lagi yang harus Anda tahu. Zhang Wei… dia mencintai saya."

Lianhua terhuyung ke belakang. Kata-kata itu bagai racun yang membakar seluruh jiwa raganya. Kebohongan dan penyesalan kini menjadi teman abadinya. Ia hancur, bukan karena hukuman penjara, tapi karena kenyataan bahwa ia telah menghancurkan cinta sejati, dan kehilangan segalanya.

Di balik senyum kemenangan Xiaoyu, tersimpan luka yang mendalam. Ia telah menemukan kebenaran, tapi kebenaran itu… terlalu pahit untuk ditelan.

Malam itu, Xiaoyu menerima pesan singkat dari nomor tak dikenal: "Permainan baru saja dimulai."

You Might Also Like: Cerpen Terbaru Aku Membakar Istana Itu

0 Comments: