Xiulan, dulu dikenal sebagai mutiara Kekaisaran Zhao, sekarang hanya bayangan dari dirinya yang dulu. Cinta dan kekuasaan, dua pedang berma...

FULL DRAMA! Ia Tersenyum Saat Aku Menangis, Karena Itu Janji Kami Dulu FULL DRAMA! Ia Tersenyum Saat Aku Menangis, Karena Itu Janji Kami Dulu

FULL DRAMA! Ia Tersenyum Saat Aku Menangis, Karena Itu Janji Kami Dulu

FULL DRAMA! Ia Tersenyum Saat Aku Menangis, Karena Itu Janji Kami Dulu

Xiulan, dulu dikenal sebagai mutiara Kekaisaran Zhao, sekarang hanya bayangan dari dirinya yang dulu. Cinta dan kekuasaan, dua pedang bermata dua, telah mengiris hatinya. Cinta pada Pangeran Mahkota yang berkhianat, kekuasaan yang direnggut paksa oleh intrik istana. Ia menyaksikan ayahnya, seorang jenderal besar yang loyal, difitnah dan dieksekusi di depan matanya. DUNIA Xiulan hancur.

Dulu, ia adalah kelembutan dan tawa. Sekarang, di matanya hanya terpancar ketenangan yang membeku. Ia berlindung di Biara Bulan Es, bukan untuk mencari kedamaian, melainkan untuk merencanakan. Di balik jubah biksu yang sederhana, tersembunyi seorang wanita yang tengah menempa baja dari patahan hatinya. Ia belajar seni bela diri kuno, membaca kitab strategi perang, dan mengasah kecerdasannya menjadi senjata yang mematikan.

Luka di hatinya tidak pernah sembuh total, tapi ia belajar mengubahnya menjadi sumber kekuatan. Seperti bunga teratai yang tumbuh di lumpur, ia memancarkan keindahan di tengah kehancuran. Setiap malam, ia bermimpi tentang senyum Pangeran Mahkota saat ayahnya dieksekusi. Senyum itu… menjadi bahan bakar dendamnya.

Tahun-tahun berlalu. Xiulan kembali ke istana dengan identitas baru: seorang penasihat militer jenius, tanpa nama, tanpa masa lalu. Ia menari dalam bayang-bayang, menarik benang-benang kekuasaan dengan tangan sehalus sutra. Ia membisikkan saran yang menghancurkan aliansi, menyebarkan keraguan di hati para jenderal, dan menanam benih pemberontakan.

Pangeran Mahkota, kini Kaisar Zhao, tidak mengenalinya. Ia terpukau oleh kecerdasan dan ketenangannya. Ia bahkan jatuh cinta pada wanita tanpa nama itu, tanpa menyadari bahwa ia sedang berdansa di ujung pedang.

Saat Kaisar Zhao berada di puncak kekuasaannya, Xiulan melancarkan serangannya. Bukan dengan teriakan amarah, melainkan dengan perhitungan dingin dan keheningan mematikan. Bukti pengkhianatan Kaisar Zhao, yang dikumpulkan selama bertahun-tahun, terungkap ke hadapan para bangsawan. Pasukan pemberontak, yang diam-diam dilatih dan dipimpin oleh pengikut setia ayahnya, mengepung istana.

Di tengah kekacauan, Xiulan akhirnya berhadapan dengan Kaisar Zhao. Tidak ada air mata, tidak ada teriakan. Hanya KETENANGAN. Ia melihat ketakutan di mata Kaisar Zhao, lalu tersenyum.

"Kau ingat janji kita dulu?" bisik Xiulan, suaranya dingin seperti es. "Kau berjanji akan tersenyum saat aku menangis. Sekarang, giliranmu."

Kaisar Zhao runtuh. Kekuasaan, cinta, dan nyawanya direnggut oleh wanita yang dulu pernah ia hancurkan.

Xiulan berdiri di atas reruntuhan kekaisaran, bukan sebagai pemenang, melainkan sebagai hakim. Ia telah membalaskan dendam, tapi hatinya tetap sepi. Ia memandang langit, dan satu tetes air mata mengalir di pipinya.

Ia telah menaklukkan kekaisaran, tapi kekaisaran yang sebenarnya adalah dirinya sendiri, dan kini… ia akhirnya siap memerintahnya.

You Might Also Like: Bajaj Discover 125 St Travel Discover

0 Comments: