Pedang yang Menyimpan Kenangan Terakhir
Malam itu, salju turun dengan ganas. Setiap butir es terasa seperti jarum yang menusuk kulit, mencerminkan dinginnya hati Ren, pria yang berdiri di pelataran kuil yang sunyi. Di tangannya, tergenggam erat Lingering Sorrow, pedang pusaka yang menyimpan rahasia keluarganya, dan kenangan terakhir—kenangan akan pengkhianatan.
Dupa terbakar di altar, asapnya menari-nari seperti jiwa yang tersiksa. Di tengah altar, berlututlah Mei, wanita yang dicintainya, sekaligus yang paling dibencinya. Gaun merahnya, yang dulu melambangkan cinta membara, kini ternoda noda darah yang membeku.
"Ren…" bisik Mei, suaranya parau, air mata membekas di pipinya yang pucat. "Maafkan aku."
Ren tertawa hambar. Tawa yang tidak mengandung sedikitpun kebahagiaan. "Maaf? Setelah semua yang kau lakukan? Setelah semua kebohongan dan pengkhianatan?"
Dulu, mereka adalah dua jiwa yang terikat takdir. Janji cinta diukir di bawah pohon sakura yang bermekaran, janji setia yang kini terasa seperti abu di lidah. Tapi, Mei menyimpan rahasia. Ia adalah putri dari klan musuh, klan yang bertanggung jawab atas kematian orang tua Ren. Rahasia ini terbongkar, menghancurkan fondasi cinta mereka, meninggalkan hanya kebencian dan dendam.
"Aku mencintaimu, Ren. Sungguh," ucap Mei, menatap Ren dengan mata memohon.
"Cinta?" Ren mengangkat Lingering Sorrow. Kilau pedang itu memantulkan cahaya rembulan, menampakkan wajahnya yang keras, tanpa ampun. "Cinta adalah kemewahan yang tidak bisa kubeli lagi."
Ingatan melintas di benaknya: Ayahnya, berlumuran darah, mengucapkan pesan terakhir. Ibunya, menangis dalam diam, memeluknya erat sebelum pergi untuk selamanya. Semua itu karena Klan Naga Hitam, klan Mei.
"Kau tahu, Mei," Ren berkata dengan suara pelan namun mematikan, "Dulu, aku pernah bersumpah di depan makam orang tuaku. Aku bersumpah akan membalas dendam. Aku bersumpah akan membuat Klan Naga Hitam membayar semua yang telah mereka lakukan."
Mei memejamkan mata. Ia tahu ini akan terjadi. Ia telah menerima takdirnya. "Lakukanlah, Ren. Akhiri semuanya."
Dengan gerakan cepat dan anggun, Lingering Sorrow melayang di udara, menebas malam yang sunyi. Salju berubah merah. Dupa terus mengepul, menutupi bau amis darah.
Ren berdiri di sana, di atas salju yang ternoda, memegang pedang yang basah. Dendamnya telah terbalas. Tapi, kemenangan itu terasa pahit, hampa. Ia telah kehilangan segalanya. Cinta. Kebahagiaan. Kemanusiaannya.
Ia menatap langit yang kelabu.
Satu janji telah ditepati, tapi jiwa yang lain akan terus bergentayangan.
You Might Also Like: Distributor Skincare Supplier Skincare
0 Comments: