Langit yang Bergetar Saat Namamu Disebut
Langit Shanghai, tahun 2023. Li Wei, seorang arsitek muda berbakat, merasakan getaran aneh setiap kali angin musim semi berhembus. Bukan getaran biasa, melainkan getaran jiwa. Ia sering bermimpi tentang taman bunga terlarang, suara kecapi yang merdu, dan seorang wanita bergaun merah yang wajahnya selalu buram.
Suatu hari, saat mengunjungi pameran seni, matanya terpaku pada lukisan bunga lotus yang tengah merekah. Jantungnya berdebar kencang, seolah mengenali bunga itu. Di sana, ia bertemu dengan Mei Lan, seorang kurator seni yang memiliki tatapan mata yang sama persis dengan wanita dalam mimpinya.
"Lukisan ini... terasa begitu familiar," gumam Li Wei, suaranya bergetar.
Mei Lan tersenyum tipis. "Mungkin... karena jiwa Anda pernah melihatnya di kehidupan lain."
Seratus tahun lalu, di masa Dinasti Qing. Li Wei dulunya adalah Li Cheng, seorang kasim kepercayaan kaisar. Mei Lan adalah Lan Hua, seorang selir kesayangan kaisar yang terperangkap dalam istana emas. Keduanya jatuh cinta, sebuah DOSA yang tak terampuni.
Mereka berjanji, di bawah pohon sakura yang tengah mekar, untuk bertemu kembali di kehidupan selanjutnya. Namun, cinta mereka ditemukan. Lan Hua dituduh berkhianat dan dipaksa meminum racun. Li Cheng, dalam keputusasaan, menusuk dirinya sendiri dengan belati. Sebelum ajal menjemput, Lan Hua bersumpah: "Jiwa kita akan mencari satu sama lain, Li Cheng. Tapi dendam ini... akan membayangi pertemuan kita."
Kembali ke Shanghai. Pertemuan demi pertemuan dengan Mei Lan membuka tabir masa lalu. Li Wei menemukan buku harian kuno yang menceritakan kisah cinta terlarang Li Cheng dan Lan Hua. Ia ingat semuanya: taman terlarang, suara kecapi, dan sumpah Lan Hua.
Ternyata, dalang di balik kematian mereka adalah paman kaisar, seorang pria kejam yang haus kekuasaan. Dan kini, cucu buyutnya, seorang pengusaha kaya bernama Tuan Zhao, muncul dalam kehidupan Li Wei dan Mei Lan. Zhao berusaha memiliki Mei Lan, terobsesi dengan kecantikannya yang mengingatkannya pada Lan Hua.
Li Wei tahu, inilah saatnya membalas dendam. Bukan dengan amarah dan kekerasan, tapi dengan keheningan dan pengampunan yang lebih menyakitkan. Ia mendekati Zhao, menawarkan diri untuk bekerja sama dalam proyek arsitektur raksasa. Ia memanfaatkan kepintarannya untuk menjatuhkan bisnis Zhao, membongkar kejahatan masa lalunya, dan menghancurkan reputasinya di depan publik.
Di puncak kehancuran Zhao, Li Wei berdiri di hadapannya, tanpa sedikit pun amarah di matanya. "Anda tahu, Tuan Zhao," ucapnya dengan tenang, "dendam bukanlah jalan keluar. Ia hanya menciptakan lingkaran setan yang tak berujung. Kami, Li Cheng dan Lan Hua, telah memaafkanmu."
Zhao menatap Li Wei dengan tatapan kosong, hancur oleh pengampunan yang lebih menyakitkan daripada pedang. Ia kehilangan segalanya, bukan karena Li Wei membalas dendam, tapi karena Li Wei memilih mengampuni.
Di bawah langit Shanghai yang mulai gelap, Li Wei dan Mei Lan berdiri berpegangan tangan.
"Apakah kamu ingat," bisik Mei Lan, "saat kita berjanji di bawah pohon sakura?"
Li Wei tersenyum. "Aku ingat segalanya. Kecuali..." Ia terdiam, menatap mata Mei Lan.
"Kecuali apa, Li Cheng... atau seharusnya aku memanggilmu... Li Wei?"
Angin berhembus kencang, membawa bisikan dari kehidupan lampau: "Ingatlah janjimu... untuk selalu... mencintaiku..."
You Might Also Like: Top Surat Yang Tak Pernah Terkirim Ke
0 Comments: